Beranda | Artikel
Bolehkah Wanita Haid Ikut Pengajian di Masjid?
Minggu, 28 Agustus 2022

Pertanyaan:

Wanita yang sedang haid apakah boleh mengikuti pengajian di masjid? Mohon penjelasannya, jazakumullah khayran.

Jawaban:

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu was salamu ‘ala sayyidil mursalin, Muhammadin, wa alihi wa shahbihi ajma’in. Amma ba’du.

Para fuqaha dari empat madzhab mengharamkan wanita haid berdiam diri di masjid, kecuali hanya sekedar lewat saja. Mereka berdalil dengan firman Allah ta’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, hingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.” (QS. an-Nisa: 43)

Sisi pendalilannya, dalam ayat ini orang yang sedang junub dilarang mendekati shalat dan mendekati masjid, kecuali sekedar lewat saja. Dan wanita haid diqiyaskan kepada orang yang junub. Sehingga wanita haid pun dilarang mendekati masjid kecuali sekedar lewat saja.

Mereka juga berdalil dengan hadits dari Aisyah radhiyallahu’anha:

أنَّها كانت تُرجِّلُ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم وهي حائِضٌ، وهو معتكِفٌ في المسجِدِ، وهي في حُجرَتِها، يُناوِلُها رأسَه

“Aisyah pernah menyisir rambut Nabi shallallahu’alaihi wa sallam ketika Aisyah sedang haid dan Nabi sedang i’tikaf di masjid. Aisyah berdiri dari kamarnya dan tangannya menjangkau kepala Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.” (HR. al-Bukhari no. 2046, Muslim no. 297)

Sisi pendalilannya, andaikan wanita haid boleh berdiam diri di masjid tentu Aisyah sudah masuk ke masjid untuk menyisiri rambut Nabi, tidak perlu bersusah-susah menjangkau kepala Nabi dari luar masjid. 

Ini juga pendapat yang dikuatkan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Syaikh Shalih al-Fauzan, dan al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts wal Ifta’.

Namun para ulama yang lain seperti madzhab Zhahiriyah, demikian juga Al Muzanni dari Syafi’iyyah, demikian juga salah satu riwayat dari Imam Ahmad, membolehkan wanita haid berdiam diri di masjid. Mereka mengatakan bahwa tidak ada dalil yang shahih dan sharih (tegas) yang melarang wanita haid berdiam diri di masjid. Ayat di atas dan hadits Aisyah tidaklah sharih pendalilannya. Dan hukum asalnya adalah bara’ah al-ashliyyah, tidak ada beban untuk menjauhi masjid kecuali terdapat dalil yang shahih dan sharih.

Mereka juga berdalil dengan hadits dari Aisyah radhiyallahu’anha yang lainnya, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda kepadanya yang sedang haid:

فَافْعَلِي مَا يَفْعَلُ الحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لَا تَطُوفِي بِالبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي

“Silakan engkau lakukan apa saja yang seharusnya dilakukan ketika berhaji, kecuali thawaf di Baitullah sampai engkau suci.” (HR. al-Bukhari no.305, Muslim no.1211)

Sisi pendalilannya, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam hanya mengecualikan thawaf saja. Sehingga amalan haji yang lainnya seperti sa’i, berdoa, berdzikir, dll di Baitullah tidaklah terlarang. Ini menunjukkan bahwa wanita haid boleh berdiam di masjid.

Dalam hadits lain disebutkan,

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ لِيْ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله و عليه و سلم: نَاوِلِيْنِى الْجُمْرَةَ مِنَ الْمَسْجِدِ. فَقُلْتُ: إِنِّيْ حَائِضٌ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: إِنَّ حَيْضَتَكِ لَيْسَتْ فِى يَدِكِ.

Dari ‘Aisyah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda padanya, “Ambilkan untukku khumrah (semacam sajadah kecil) di masjid”. Aisyah berkata, “Sesungguhnya aku sedang haid”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya haidmu bukan di tanganmu.” (HR. Muslim no. 298)

Sisi pendalilannya, andaikan wanita haid tidak boleh masuk masjid atau hanya boleh sekedar lewat saja, tentu Nabi akan mengatakan, “tidak mengapa jika sekedar lewat” atau “tidak mengapa jika hanya sebentar”. Namun realitanya Nabi berkata, “Sesungguhnya haidmu bukan di tanganmu”. Ini menunjukkan bahwa wanita haid tidak mengapa masuk masjid dan berdiam di dalamnya selama darah haidnya tidak mengotori masjid.

Pendapat ini juga dikuatkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani. Beliau mengatakan:

نعم يجوز لهن ذلك لأن الحيض لا يمنع امرأة من حضور مجالس العلم ولو كانت في المساجد لأن دخول المرأة المسجد في الوقت الذي لا يوجد دليل يمنع منه فهناك على العكس من ذلك ما يدل على الجواز ، ومن هذه الأدلة حديثان للسّيدة عائشة رضي الله تعالى عنها

“Benar, boleh bagi wanita haid untuk menghadiri pengajian di masjid. Karena haid tidak menghalangi wanita untuk hadir di majelis ilmu walaupun di masjid. Karena masuknya wanita haid ke masjid tidak ada dalil yang melarangnya, bahkan yang ada adalah dalil yang menunjukkan bolehnya. Di antara dalilnya ada dua hadits dari Sayyidah Aisyah radhiyallahu ta’ala ‘anha.” (Silsilah al-Huda wan Nur, no. 562)

Kemudian beliau membawakan dua hadits di atas.

Demikian juga hadits lain yang mendukung pendapat ini adalah hadits dari Aisyah radhiyallahu’anha, beliau berkata:

أَنَّ وَلِيدَةً كَانَتْ سَوْدَاءَ لِحَيٍّ مِنَ العَرَبِ فَأَعْتَقُوهَا … فَجَاءَتْ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْلَمَتْ قَالَتْ عَائِشَةُ: فَكَانَ لَهَا خِبَاءٌ فِي المَسْجِدِ أَوْ حِفْشٌ

“Ada seorang budak wanita seorang ibu yang berkulit hitam milik salah satu kabilah pedalaman Arab, kemudian ia dibebaskan … kemudian ia datang kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan masuk Islam”. Aisyah berkata: “Ia memiliki tenda atau gubug di lingkungan masjid.” (HR. al-Bukhari no. 439)

Sisi pendalilannya, tidak ternukil bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan wanita tersebut untuk menjauhi masjid ketika ia haid. Dan juga tidak ternukil bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam mewanti-wanti para shahabiyah yang lain agar tidak mendekati masjid ketika sedang haid.

Syaikh Khalid al-Mushlih juga menguatkan pendapat ini. Beliau menjelaskan dua syarat bolehnya wanita haid berdiam di masjid: “Wanita haid boleh masuk ke masjid jika ada kebutuhan, inilah pendapat yang lebih tepat. Karena terdapat dalam as-Shahih bahwasanya Nabi shallallahu’alaihi wa sallam berkata pada ‘Aisyah, “Ambilkan untukku khumrah (semacam sajadah kecil) di masjid”. Lalu ‘Aisyah berkata, “Sesungguhnya saya sedang haid”. Lalu Rasul shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya haidmu bukan di tanganmu”. Hal ini menunjukkan bahwa boleh saja bagi wanita haid untuk berdiam di masjid jika: (1) ada kebutuhan dan (2) darah haidnya tidak mengotori masjid. Demikian dua syarat yang mesti dipenuhi bagi wanita haid yang ingin masuk masjid.” (Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=GckNrogTbwY)

Adapun hadits,

لاَ أُحِلُّ الْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلاَ جُنُبٍ

“Tidak dihalalkan masjid bagi wanita haid dan orang yang junub.” (HR. Abu Daud no. 232)

Hadits ini adalah hadits yang dha’if karena terdapat perawi bernama Jasrah bintu Dajjajah al -Amiriyyah. Ia perawi yang mudhtharib dalam periwayatannya, sehingga jumhur ulama hadits mendhaifkan hadits ini. Hadits ini didhaifkan oleh an-Nawawi, Ibnu Rajab, al-Baghawi, Syu’aib al-Arnauth, dan al-Albani.

Wallahu a’lam, pendapat yang tampaknya lebih kuat adalah bolehnya wanita haid berdiam di masjid termasuk mengikuti pengajian di masjid. Namun dalam rangka ihtiyath (hati-hati), sebaiknya tidak berdiam di masjid kecuali ada kebutuhan saja. Ketika tidak ada kebutuhan, berusaha untuk menjauhi masjid.

Semoga Allah ta’ala memberi taufik.

***

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/39125-bolehkah-wanita-haid-ikut-pengajian-di-masjid.html